Senin – Jumat : 08.00-17.00 WIB

widyaprada

Peran Widyaprada dalam Melakukan Advokasi Kebijakan Pendidikan

Tulisan ini dimaksud untuk memberikan penguatan yang terkait dengan Advokasi kebijakan pendidikan, lebih fokus pada peran Widyaprada dalam melakukan advokasi kebijakan pendidikan. Kemendikbudristek menempatkan posisinya untuk memperkuat keberadaan dan peran Unit Pelaksaana Teknis Pusat (Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan dan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan) dalam melakukan advokasi kebijakan merdeka belajar ke pemerintah daerah.

Terhambatnya kebijakan pendidikan melakukan perubahan disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya seperti rendahnya kapasitas pejabat publik, budaya birokrasi yang antipati terhadap perubahan dan struktur birokrasi yang cenderung kaku dan kurang fleksibel. Dalam kasus tertentu, banyak terjadi orientasi kebijakan pendidikan yang berbeda antara pemerintah dan publik terutama dalam proses formulasi kebijakan sehingga menyebabkan ketidakharmonisan pada tataran implementasi. Pemerintah berorientasi kepada bagaimana membelanjakan anggaran supaya terserap dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kerap kali lalai terhadap program yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik. Kondisi tersebut memaksa publik untuk tetap patuh terhadap kebijakan dari pemerintah yang tidak memberikan dampak dan manfaat kepentingan publik.

Sharing pengetahuan para Widyaprada dapat dipetik dari proses advokasi kepada pemerintah daerah untuk menciptakan tata kelola pendidikan yang berkeadilan. Pengalaman menunjukkan bahwa advokasi kebijakan pendidikan merupakan proses ‘tiada akhir’. Pengalaman melakukan advokasi pendidikan terkait masalah layanan pendidikan mengalami proses adaptasi terhadap perkembangan yang dipengaruhi konteks politik, sosial dan budaya Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan sebuah advokasi kebijakan pendidikan baik dari sisi subtansi maupun prosedur. Tulisan ini melihat lesson learned pengalaman advokasi para Widyaprada memberikan insight menarik tentang pola advokasi pendidikan yang berkembang. Sekurangnya, terdapat tiga pola yang terpetakan berikut dari proses 1) Pra advokasi sebagai proses pendalaman, identifikasi aktor, target dan sasaran yang dilakukan melalui proses pembahasas pada kelompok diskusi terpumpun, pengkajian/penyelidikan terhadap isu strategis dan aktual yang sedang berkembang. Proses ini menjadi dasar kerja berikutnya selama advokasi, 2) Strategi komunikasi dan persuasi baik dari yang tersamar sampai yang frontal. Strategi komunikasi dan persuasi ini sangat ditentukan oleh karakter budaya masing-masing, 3) Dalam advokasi kebijakan pendidikan proses kontrol menjadi sangat menentukan untuk menghasilkan advokasi dengan strategi baru.

1) Widyaprada Ahli Utama Kemdikbudristek

Secara umum pola advokasi ini juga menegaskan bahwa proses advokasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang ‘tiada kata akhir’. Kerja advokasi kebijakan pendidikan membutuhkan peran dari Widyaprada baik secara individu maupun kelompok dapat tangguh dan cermat melakukannya.

Peran Widyaprada menunjukkan bahwa kerja-kerjanya langsung bersentuhan dengan persoalan pendidikan di wilayahnya yang beresiko tinggi (high risk). Peran UPT memfasiltasi dan mengembangkan advokasi kebijakan ke pemerintah daerah dengan bekerjasama dengan pemangku kepentingan lainnya. Keberhasilan proses advokasi kebijakan pendidikan seringkali tidak ditentukan oleh kualitas subtansi tetapi justru oleh strategi yang dilakukan. Dalam banyak kasus keberhasilan advokasi kebijakan pendidikan ini ditentukan oleh kemampuan membangun jaringan dan relasi interpersonal yang baik dengan pengambil kebijakan Perlu ada pembagian peran dalam proses advokasi yang secara khusus bertindak sebagai policy brokerage (intermediary agent) yang biasanya dimainkan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas (leadership, ketokohan, dan kualitas pemikiran populer dan dikenal oleh pengambil kebijakan). Dalam banyak kasus, loby-loby informal yang dilakukan oleh intermediary agent ini cukup mendorong dengan cepat keberhasilan advokasi kebijakan pendidikan yang dilakukan, dengan catatan bahwa kualitas subtansi (kualitas data sebagai bukti) juga harus baik. Kadang dalam advokasi ini yang menentukan bukan soal benar atau salah tetapi sebuah pilihan yang paling cocok dan disepakati bersa

Advokasi kebijakan pendidikan sebagai suatu area komsumtif publik merupakan mekanisme kontrol terhadap kekuasaan, karena kekuasaan tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri. Advokasi kebijakan pendidikan jika diletakkan dalam sistem pemerintahan demokratis merupakan proses check and balances (saling kontrol untuk keseimbangan).
Secara umum proses siklus advokasi kebijakan pendidikan dimulai dari agenda seting, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi. Siklus kebijakan pendidikan berjalan terus ini mestinya merupakan proses maju bukan regresi. Kebijakan pendidikan ini seharusnya makin partisipatif. Subtansinya kebijakan pendidikan itu harus makin meluas dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengelola dan aktif dalam advokasi kebijakan pendidikan memang menuntut pengerahan berbagai sumber daya. Oleh karena itu, manajemen pengetahuan (knowlegde management) baik untuk Widyaprada, Peduli/Pemerhati pendidikan menjadi sangat penting untuk memperkuat daya dorong dalam proses mentranslasikan hasil-hasil penyelidikan, atau riset menjadi kebijakan publik.
Dalam konteks pengalaman, proses advokasi kebijakan pendidikan dilakukan perlu tetap kritis dan empatik dalam proses advokasi supaya tidak mudah jatuh dalam persoalan birokratis prosedural dan teknokratis, tetapi menjadi proses yang bersifat incremental, terus bertumbuh dan bermakna untuk mendukung tercapainya tujuan pendidian

Menyusun Pemetaan Pemangku kepentingan

Pemetaan pemangku kepentingan penting dilakukan agar advokasi kebiakan pendidikan yang dilakukan berjalan efektif. Pemetaan ini akan memberikan Widyaprada memberikan informasi yang dapat menggambarkan posisioning aktor-aktor atau stakeholder kunci terhadap sebuah isu yang diadvokasikan. Serta membantu untuk memetakan relasi antar aktor pada kebijakan tertentu. Melalui peta ini, prioritas pendekatan atau lobby untuk memperoleh dukungan atau mempengaruhi pandangan pihak-pihak tertentu dapat dilakukan dengan terarah. Diperlukan kecermatan terhadap informasi dan keluasan relasi dengan berbagai pihak terkait untuk dapat memetakan situasi kondisinya. Itu sebabnya, asessment awal penting dilakukan, untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai sikap dan posisi aktor-aktor kunci terhadap isu kebijakan tertentu sebelum pemetaan pengku kepentingan disusun.

Analisis Pemangku kepentingan

Aktor-aktor atau kelompok yang berperan dalam proses pengambilan keputusan pada sebuah kebijakan pendidikan yang sedang diadvokasikan merupakan pemangku kepentingan kunci yang penting untuk dipengaruhi. Semakin jelas informasi mengenai pemangku kepentingan tersebut, maka akan semakin memudahkan dalam mendesign strategi pendekatan untuk dapat mempengaruhi pemangku kepentingan tersebut. Analisis pemangku kepentingan akan sangat membantu untuk mengenal lebih dalam dan menentukan strategi pendekatan yang akan dilakukan. Analiis pemangku kepentingan tidak hanya pada internal kemendikbudristek atau Dinas Pendidikan, namun juga perlu diperhatikan pemangku kepentingan di luar instansi Kemdikbudristek atau UPT, tetapi juga pihak lain yang selma ini terlibat dalam kegiatan prorita Kemendikbudrustr. Baik analisis yang menyangkut profil, posisi pada kebijakan yang diadvokasi, jenis dan jumlah sumberdaya yang dimiliki serta kemampuan dalam memobilisasi sumberdaya tersebut.

Strategi Advokasi Kebijakan

Advokasi kebijakan pendidikan kepada pemerintah daerah dan/atau satuan pendidikan menekankan kepada partisipasi untuk mempengaruhi penggalangan dukungan oleh pemerintah daerah/satuan pendidikan terkait isi atau substansi kebijakan yang diadvokasi.

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi berhasil tidaknya sebuah proses advokasi yang a secara terpadu, tidak hanya membutuhkan sumberdaya dana, tapi juga sumberdaya manusia. Karena dalam advokasi kebijakan pendidian yang terpadu, ada serangkaian proses yang bagaimanapun harus dilalui. Baik itu menyangkut proses pematangan konsep dan perumusan substansi, proses penggalangan dukungan publik dan proses lobby. Sebuah kerangka kerja advokasi kebijakan cukup berat jika hanya dilakukan oleh Widyapara atau sebuah organisasi/lembaga saja. Dalam proses advokasi kebijakan pendidikan, tidak jarang berbagai kerja tersebut diselesaikan dengan berjaringan. Berangkat dari kepercayaan bahwa setiap lembaga pasti punya kapasitas dan kekuatan tertentu, maka kemampuan mengelola dan mengkonsolidasikan jaringan juga menjadi kunci utama bagi UPT Kemendikbudristek menjalankan tugas dan fungsinya.

Strategi Publikasi Advokasi Kebijakan Pendidikan

Publikasi adalah bagian tak terpisahkan dari rangkaian kerja advokasi kebijakan pendidikan. Hal inilah dipandang opini publik penting untuk dibentuk dengan berbagai media elektronik dan media cetak sehingga dapat mendukung upaya kerja advokasi kebijakan pendidikan. Oleh karena itu perlu bagi Widyaprada untuk menetapkan strategi publikasi yang tepat sehingga dapat mencapai target/sasaran yang tepat. Pada akhirnya suatu kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan haruslah mempertimbangkan keadilan agar akses, partisipasi, dan pengawasan terhadap suatu kebijakan benar-benar bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Orientasi kebijakan pendidikan haruslah berujung pada pemenuhan kebutuhan siswa, sehingga dapat berkembang sesuai dengan potensinya. (R.MuktionoWaspodo) 1)

Read more

Harris Iskandar terpilih menjadi Ketua Umum AWI

Rapat Kerja Organisasi Profesi Jabatan Fungsional Widyaprada telah memilih Ir. Harris Iskandar Ph.D., sebagai Ketua Umum Asosiasi Widyaprada Indonesia (AWI) periode 2022-2027. Harris Iskandar adalah Widyaprada Ahli Utama di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Ia terpilih melalui pemungutan suara pada acara rapat kerja atau disebut juga kongres yang dihadiri oleh hampir 1.000 Widyaprada dari seluruh Indonesia, baik hadir secara daring maupun luring.

Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen) Kemendikbudristek menggelar Rapat Kerja Organisasi Profesi Jabatan Fungsional Widyaprada pada 12-13 Mei 2022 di Jakarta. Kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Jumeri, S.TP., M.Si secara daring, dan juga dihadiri langsung oleh Sekretaris Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Dr. Sutanto, S.H., M.A.

Dalam sambutannya, Jumeri menyampaikan bahwa semua organisasi jabatan fungsional wajib memiliki sebuah organisasi profesi sebagai wadah pengembangan kemampuan profesi, wadah memperjuangkan nasibnya untuk mengkoordinasikan kegiatan dan memastikan sistem komunikasi dan sistem kerja agar tertata dengan baik. Sehingga Pejabat Fungsional Widyaprada punya kontribusi yang semakin besar bagi kegiatan penjaminan mutu pendidikan, baik yang ada di Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Ditjen Pendidikan Vokasi, maupun Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen.

”Selain memilih Ketua Umum AWI, kongres ini juga berhasil menyusun AD/ART dan program kerja AWI, konsep kode etik dan kode perilaku Widyaprada, serta konsep logo dan mars AWI,” kata Hurip Danu Ismadi, Pimpinan Sidang Kerja Organisasi Profesi Jabatan Fungsional Widyaprada di Jakarta, Jumat, 13 Mei 2022.

Kongres juga merekomendasikan pertama, pembentukan pengurus selambat-lambatnya sebulan ke depan. Kedua, hasil kongres disampaikan instansi pembina Jabatan Fungsional Widyaprada dan dilanjutkan ke Kementerian Hukum dan HAM. Ketiga, sosialisasi Asosiasi Widyaprada Indonesia (AWI) kepada seluruh pemangku kepentingan. Dan terakhir, menyempurnakan dokumen hasil kongres yaitu AD/ART, Kode Etik dan Perilaku, serta Program Kerja AWI 2022-2027.

Hurip Danu Ismadi menyambut baik terpilihnya Harris Iskandar sebagai Ketua Umum AWI untuk periode lima tahun ke depan. Iya yakin para Widyaprada menjatuhkan pilihannya berdasarkan kapabilitas sang calon. Harris Iskandar pernah menjabat Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Dirjen PAUD Dikmas).

“Yang terpilih ini tentu saja berdasarkan pengalaman dan juga pengetahuan tentang kepemimpinan. Kalau kita belajar kepemimpinan tentu pengungkit utama adalah pemimpin. Organisasi itu menjadi bagus atau tidak bisa dilihat dari pemimpinnya,” ujar Hurip Danu Ismadi.

Ia berpesan agar ke depan pimpinan AWI mengembangkan dan menjalin networking dengan baik. Karena melalui networking organisasi nasional dapat merambah ke dunia internasional. Kemudian pimpinan AWI juga harus menjalin komunikasi yang baik dengan para birokrat, organisasi profesi lainnya dan masyarakat umum. ”Komunikasi yang baik akan memudahkan organisasi dalam mengakses jaringan dan meningkatkan harga diri dari organisasi tersebut,” katanya.

Sementara itu dalam sambutannya, Harris Iskandar menyampaikan dirinya siap menerima amanah sebagai Ketua Umum AWI, meskipun ini merupakan tantangan yang luar biasa. Ia mengajak semua pengurus AWI untuk terus meningkatkan komitmen pada peningkatan mutu Pendidikan.

Harris Iskandar menegaskan bahwa insan pendidikan harus memiliki pemahaman dan keyakinan yang sama bahwa semua anak itu pintar dan semua satuan pendidikan itu hebat. Dan semua Widyaprada harus mempunyai semangat untuk membantu orang lain. Karena dari namanya saja “widya” itu artinya pengetahuan dan “prada” artinya memberi bantuan. Jadi Widyaprada berarti memberi bantuan pengetahuan kepada orang lain.

“Dari nama itu kita harus mempunyai semangat untuk membantu orang lain. Kalau kita masih mempunyai kepentingan pribadi itu akan merusak semangat organisasi. Jadi ingat bahwa Widyaprada itu pemberi bantuan,” kata Harris Iskandar.

Ia melanjutkan, alasan organisasi profesi ini dibentuk, karena untuk memberikan otoritas kepada seluruh anggota agar semuanya akuntabel. Ada kode etik, ada program kerjanya, kemudian juga sudah mempunyai misi bersama, dan AD ART yang akan dirawat bersama. Ke depan juga akan disusun dan dikembangkan lebih lanjut standar kompetensi bersama instansi pembina. Dan yang tidak kalah penting, kata Harris, anggota organisasi profesi harus mengembangkan tradisi unik yang dimiliki instansi.

“Harus ada tradisi yang kita mulai, yaitu tradisi yang positif untuk kita menunjang tercapainya visi dan misi kita. Jadi Bapak Ibu sekalian perjalanan kita ini masih jauh, tapi Insya Allah melalui momen bersejarah ini kita bersama-sama mengembangkan AD ART, membuat kode etik, dan juga sama-sama membuat program kerja. Tujuan kita tadi sudah tercantumkan dalam anggaran dasar, visi ke depan kita ingin seluruh Widyaprada menjadi seorang yang berintegritas, profesional dan akuntabel sehingga menjadi Widyaprada yang berapi-api,” pungkasnya. (Sumber : https://pauddikdasmen.kemdikbud.go.id/)

Read more